This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Kamis, 15 Mei 2014

PEREMPUAN PAYUNG TELAH MENJADI HUJAN



Hari ini, hujan pertama kembali menyapa Oktober. Ana duduk di teras rumahnya. Mengurai rintik hujan yang telah menjadikannya manusia. Ia mengingat cerita Ibunya, tentang kelahirannya di bulan Oktober, tepat saat hujan pertama membasahi tanah-tanah kering yang dijajah kemarau. Kata Ibunya, Ana mengiak-ngiak ketika hujan memukul-mukul atap rumah. Lalu, dukun beranak berkata, “Sepertinya, anakmu diciptakan dari hujan.” Dari cerita itulah, Ana selalu mengira, dirinya akan kembali menjadi hujan.
Ana terus mengurai rintik hujan dengan matanya. Baginya, hujan berasal dari rahim awan, berbutir-butir bak selonsongan peluru yang menyerang. Bersebaran mencari mangsa, namun terjatuh ke bumi, ditarik gravitasi. Sayangnya, saat menyentuh tanah, hujan tidak mau lagi menjadi hujan. Dipilihnya menyatu dan menjadi air, lalu bergegas menuju sungai, menempuh perjalanan panjang ke muara, dan bersatu dengan rekannya di lautan.
Hujan sangat benci berada di bumi yang panas. Hujan tak ingin mendidih. Itulah sebabnya, saat matahari kembali bersinar, hujan-hujan memohon agar dirinya dikembalikan ke rahim awan.

Rabu, 14 Mei 2014

MATA KENANGAN



“Namaku Sinai… Ibuku bernama Maryam, Ayahku Yusuf. Kau pasti heran. Aku tahu, semua orang bakal heran bila mendengarnya, kecuali orang tuaku sendiri,” katanya tanpa beban.
Kesan tentangnya yang selalu melekat hingga saat ini, adalah kalimat itu. Kalimat yang mengalir tanpa beban, dihantarkan oleh angin, mengetuk not-not nada di gendang telingaku. Aku tidak pernah melupakannya, biarlah kusebut kalimat itu sebagai kenangan. Sebab, bukan lagi kenangan jika telah terlupakan.    
Sinai, mirip nama bukit suci, tempat Musa pertama kali memutlakkan perjanjian dengan Tuhannya. Nama itu adalah isyarat, ada hasrat orang tuanya untuk menjadikannya anak yang suci, sesuci Bukit Sinai dan berjanji untuk taat dan patuh padaNya dan padanya. Mungkin alasan itu, ibunya mewariskan mata indahnya agar melanjutkan harapan dan citanya, yang kemudian aku sebut sebagai kenangan kedua sejak mengenalnya. Mata indah itu, aku telah mengabadikannya dalam gambar, kupajangnya di dinding kamarku, berharap masih mengawasinya seperti dahulu.